Ternyata Beras Bisa TerKontaminasi Logam Berat
Malam-malam ketika iseng buka sebuah website di laptop,tidak tahu kenapa pembahasan yang satu ini sangat menarik untuk di publikasikan ke masyarakat Indonesia,dimana 99% warga Indonesia hidup dengan beras yang diolah menjadi nasi,agar tidak panjang lebar saya bercerita langsung saja kita simak ulasan berikut ini:
Selama beberapa tahun lalu, Mary Lou
Guerinot terus memantau ladang percobaan di tenggara Texas, untuk
memahami penyerapan logam berat tanaman padi dari tanah dan unsur-unsur
lain yang mengkhawatirkan. Dari hasil pantauan tersebut, Dia menemukan
bahwa jika irigasi sawah menggunakan metode tradisional, maka beras akan
menyerap arsenik dengan cepat. Namun, jika demi mengendalikan arsenik
lalu mengurangi sumber air irigasi, maka beras akan menyerap kadmium-ini
juga merupakan elemen yang berbahaya.
Dr
Guerinot adalah seorang ahli genetika molecular dan profesor biologi
dari Dartmouth College, dia mengatakan : "Bagi kami, apakah hasil
penelitian pada beras itu berupa arsenic atau cadmium, ini akan menjadi
pilihan salah satu di antaranya."
Dia
menekankan bahwa kepadatan arsenik atau kadmium yang terdeteksi di
ladang percobaan, masih cukup aman. Namun, hal itu cukup mengkhawatirkan
ilmuwan ini : Sebagai makanan yang paling banyak dikonsumsi di dunia,
beras juga merupakan zat penyerap senyawa logam yang utama di alam.
Ada
banyak laporan menunjukkan, bahwa kandungan arsenik telah terdeteksi
dari berbagai produk olahan beras dalam makanan havermot (sereal bar)
hingga makanan bayi, dan hal ini telah menimbulkan kewaspadaan pada
konsumen.
Beberapa perusahaan
pengolahan makanan telah mengambil insiatif untuk memeriksa kandungan
arsenik dalam produk terkait, US Food and Drug Administration (FDA-
Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat) merekomendasikan kepada
masyarakat untuk memastikan keanekaragaman jenis sereal yang
dikonsumsi, sebaiknya minimalkan dampak negatif kesehatan yang
disebabkan penyerapan berlebihan atas makanan tunggal. (satu jenis
produk makanan)
Namun, yang
mencemaskan tidak hanya arsenik dan kadmium, dua zat ini kemungkinan
juga muncul di dalam tanah sebagai unsur yang dihasilkan alam, atau bisa
juga merupakan produk samping industri. Beberapa studi terbaru
menunjukkan bahwa padi memiliki kemampuan untuk mengakumulasi semua
logam dari tanah, di antaranya termasuk merkuri atau tungsten/wolfram.
Temuan-temuan ini mendorong para ilmuwan dan petani untuk mengambil
tindakan baru, berusaha mengembangbiakkan tanaman padi-padian yang tidak
terlalu sensitif terhadap kontaminasi logam.
Kandungan
logam berat pada brown rice atau beras pecah kulit paling tinggi, hal
ini disebabkan unsur-unsur seperti arsenik tertimbun dalam bekatul
(lapisan luar yang melekat pada butiran beras) dan sekam padi, dalam
proses selanjutnya akan digiling hingga terkelupas. Departemen Pertanian
AS memprediksi bahwa kadar arsenik dalam bekatul dapat mencapai hingga
10 kali dari beras.
Meskipun dosis
yang terkandung dalam beras itu umumnya sangat kecil (satuan konsentrasi
mengadung dosis 1 mikrogram dalam 1 kg) namun, tetap saja berdampak
pada kesehatan jika tersingkap dalam unsur arsenik, meski konsentrasinya
sangat rendah. FDA sedang memertimbangkan apakah akan menetapkan batas
atas yang aman terhadap kandungan arsenik dalam beras itu.
Rufus
Chaney, agronomis senior layanan USDA Agricultural Research pemimpin
dalam proyek survey logam pertanian mengatakan : "Beras akan menimbulkan
masalah, karena merupakan sereal yang dikonsumsi secara luas .Tapi ia
juga merupakan spesies tanaman yang sangat menarik."
Sama
halnya dengan manusia, tanaman juga memiliki sistem penyerapan nutrisi
penting. Pada tumbuhan, sistem "transmisi" ini dapat digunakan untuk
menyerap zat besi, kalsium, seng dan mineral dari tanah.
Tanaman
padi memiliki seperangkat sistem yang cerdas, dapat menyerap senyawa
silikon, atau disebut silikat, untuk membantu tanaman tumbuh secara
kokoh, menguatkan batang. Bagian tangkai kulit mendorong nutrisi larutan
ke seluruh bagian tanaman, untuk memastikan semua pasokan nutrisi pada
berbagai jaringan.
Sayangnya,
struktur senyawa arsenik mirip dengan silikat, sehingga sistem transmisi
ini juga menyebabkan tanaman padi mudah menyerap senyawa arsenik.
Sementara itu, penanaman padi secara tradisional kerap perlu untuk
mengairi seluruh bagian lahan pertanian, cara ini akan lebih rentan
terhadap pembentukan senyawa arsenit dan mentransportasi pada tanaman
padi.
"Masalah pada tanaman padi,
cenderung menumpuk pada beras, bukan daun atau bagian lain, " Jody
Banks, seorang ahli biologi tanaman dari Purdue University yang meneliti
bidang akumulasi arsenik dalam tanaman mengatakan.
Di
daerah produksi padi, wilayah yang terdeteksi dengan konsentrasi arsen
tertinggi adalah di sebagian wliayah Asia-termasuk Bangladesh dan
India-batuan dasar di lapisan bawah kerak wilayah-wilayah ini kaya
dengan kandungan arsenik, yang dapat mencemari air tanah, yang digunakan
sebagai air minum sekaligus irigasi sawah.
Sementara
kandungan arsenik yang lebih rendah telah terdetekis di berbagai negara
di dunia termasuk tanah di wilayah AS. Menurut penelitian United States
Geological Survey, tanah subur di dataran Mississippi River, kandungan
arseniknya dapat mencapai 5 kali lebih banyak dibanding kandungan
asrsenik di Louisiana, Mississippi, Arkansas dan wilayah lainnya.
Berdasarkan
hal ini, sekaligus memertimbangkan perlindungan sumber daya air, para
ilmuwan pernah mencoba untuk mengurangi volume air irigasi sawah. Tapi
sebagaimana yang ditemukan Dr. Guerinot, cara seperti ini akan membuat
padi menyerap lebih banyak kadmium.
Hubungan
antara penyakit manusia dengan kandungan kadmium dalam beras, dapat
ditelusuri kembali pada beberapa dekade silam. Kebanyakan ilmuwan
mengutip "penyakit itai-itai"yang terjadi di Jepang pada tahun 60-an
lalu, dan diyakini bahwa ini adalah kasus penyakit pertama yang bisa
dipastikan. Saat tubuh terjalin kontak dengan kadmium akan muncul
sejumlah besar gejala penyakit, salah satunya adalah patah tulang, dan
nama penyakit itu berasal dari rasa sakit yang disebabkan oleh Bone
Fractures atau patah tulang.
Para
peneliti belakangan menemukan, bahwa kontaminasi Kadmium yang berasal
dari industri dan pertambangan telah menyebar ke persawahan,
mengakibatkan besar menyerap sejumlah besar logam beracun. Masalah
serupa juga terjadi di Tiongkok, sehingga memicu protes publik terhadap
beras beracun.
Para ilmuwan
mengatakan bahwa kepekatan kadmium yang eksis secara alami di tanah
daratan AS tidak cukup untuk bisa menyebabkan penyakit akut. Namun,
karena pentingnya beras sebagai tanaman pangan, para peneliti terus
berusaha mencoba mencegah kecendrungan adsorpsi logam.
Para
peneliti telah mencoba untuk menumbuhkan lebih banyak seng dan besi
ditransmisi ke varietas padi, yang dapat meningkatkan level nutrisi
tanaman, sekaligus mengurangi toksisitas. Selain itu juga masih ada
proyek lain yang sedang berlangsung saat ini, termasuk uji coba di
Texas, dengan tujuan mengembangbiakkan padi yang tidak mudah menyerap
mineral beracun.
Sementara itu, para
peneliti juga tengah berusaha mencoba dengan teknologi transgenik,
melalui sistem transmisi desain tanaman padi yang akurat untuk mencegah
kadmium atau arsenik.
Akhirnya,
melalui tanaman lain, mereka mencoba mengurangi komponen beracun dalam
tanah, dan proses ini dikenal sebagai ekstrak tumbuh-tumbuhan. Sebagai
contoh, Dr. Banks sedang mempelajari sejenis tanaman pakis yang secara
unik menyerap arsenik dalam tanah, dan menyimpannya di dalam daunnya.
Tanaman
ini disebut rumput kelabang, juga dikenal sebagai pakis ginjal, karena
sangat baik dalam menyerap logam berat. peneliti Tiongkok menjalin
kontak dengan peneliti AS, untuk membahas kelayakan menggunakannya
sebagai pengontrol polusi tanah. Tentu saja, pakis ini akhirnya harus
dihancurkan atau dikirim ke pusat pengolahan limbah
berbahaya.(cn.tmagazine.com/jhoni/yant)